Senin, 12 Juli 2010

Perlunya pendekatan Kultural Relegius dalam ilmu hukum

Dalam penegakan hukum pidana saat ini sangat diperlukan pendekatan relegius & kultural karena pembangunan hukum kita sekarang tidak sekuler melainkan relegius dan memiliki warna keindonesiaan. Pendekatan religius merupakan amanat dan sekaligus tuntutan BANGNAS dan BANGKUMNAS, karena pembaharuan SISKUMNAS (SHN) yang selama ini ingin dituju adalah system hukum nasional ber-Pancasila. Ada beberapa dasar hukum yang membuktikan sekaligus memberikan tuntunan terhadap pembanguan hukum Indonesia sekarang bahwa pembangunan hukum kita tidak sekuler melainkan relegius dan penuh dengan warna yang pancasilais antara lain sebagai berikut :
(1) Pasal 29 (1) UUD’45 : Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2) Psl. 1 UU:4/2004 : Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
(3) Pasal 3 (2) UU:4/2004 : Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila.
(4) Pasal 4 (1) UU:4/2004 : Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan YME”.
(5) Pasal 8 (3) UU Kejaksaan No. 16/2004 : “Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti yang sah”.
Berdasarkan pada rambu-rambu nasional di atas, jelas menuntut adanya “pendekatan religius”. Bahkan dengan seringnya disebut “keadilan Pancasila” dan adanya ketentuan dalam UU Kekuasaan Kehakiman (UU No. 4/2004), bahwa “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat” (Psl. 28 ayat 1), dapatlah dikatakan bahwa rambu-rambu SISKUMNAS menegaskan perlunya “pendekatan kultural-religius”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ana persilahkan antum - antum untuk sharing di blok ini ...